Rumah Adat Bali Yang Wajib Diketahui
Filosofi yang Tertanam dalam Rumah Adat Bali Selain keanekaragaman bangunan dan rumah, rumah adat Bali juga memiliki filosofi yang unik. Oleh karena itu, terdapat kepercayaan yang menyertai setiap langkah pembuatan rumah. Baik dari segi bentuk, ukuran, lokasi, dan filosofinya. Nah, ada filosofi Bali yang mengatakan bahwa keharmonisan akan muncul dalam hidup.
Syaratnya adalah adanya tiga elemen yang dipenuhi: pawongan, parahyangan, dan palemahan. Oleh karena itu, kata "Tri Hita Karana" mengacu pada fakta bahwa ketiganya harus ada saat membangun sebuah properti. Karena pawongan berarti penghuni rumah, palemahan didefinisikan sebagai hubungan baik antara penghuni dan lingkungan rumah.
Hiasan, ukiran, perabotan, dan variasi warna adalah semua aspek arsitektur tradisional rumah Bali. Semuanya memiliki makna yang berbeda dan tidak boleh digunakan secara salah. Ada persyaratan dan maknanya sendiri. Simbol-simbol dan keindahan mereka diungkapkan melalui ragam hias ini. Fauna yang digunakan sebagai patung juga digunakan dalam hiasan. Selanjutnya, patung-patung ini juga akan memiliki simbol dalam pengadaan ritual.
Oleh karena itu, ketika Anda melakukan perjalanan ke Bali, terutama di perumahan, tidak mengherankan jika ada banyak sisa-sisa di mana-mana. Biasanya, makanan ini diletakkan di dalam janur dengan kembang dan dupa yang menyala. Begitu juga dengan Pura, konstruksinya dapat ditemukan di mana pun. Pura ada di mana-mana, bahkan di perkantoran atau pertokoan.
Kenapa? Karena gunung dianggap keramat, arahnya juga keramat, dan sebaliknya, hal-hal yang dianggap tidak suci dihadapkan ke arah laut, atau Kelod. Ini juga menjadi patokan ketika membangun pura desa: pura desa dihadapkan ke arah gunung atau Kaja, sementara pura dalem atau kuil yang berkaitan dengan kematian dihadapkan ke arah laut atau Kelod.
Masyarakat adat Bali mengatur semua ini, bahkan saat membangun rumah adat. Ini wajar karena mereka bergantung pada agama dan adat mereka dalam setiap aspek hidup mereka.
Table of Contents
ToggleModel Rumah Adat Bali dan Keunggulannya
1. Angkul
Rumah adat Bali menggunakan angkul-angkul ini sebagai pintu masuk. Fungsinya hampir sama dengan Gapura Candi Bentar, tetapi angkul-angkul lebih berfungsi sebagai pintu masuk. Satu-satunya hal yang membedakannya dengan Gapura Candi Bentar adalah atap yang menghubungkan kedua bangunan yang letaknya sejajar.
2. Aling
Bangunan kedua berfungsi sebagai aling-aling. Bangunan ini berfungsi sebagai pembatas antara halaman suci dan angkul-angkul, seperti namanya. Dianggap memiliki aura positif, rumah adat Bali ini memiliki dinding pembatas yang disebut penyengker. Para penghuni akan memiliki ruang di dalam bangunan untuk beraktivitas. Beberapa orang bahkan menggunakan patung sebagai penyengker atau aling-aling.
3. Pura Keluarga
Bangunan ketiga merupakan istana keluarga. Bangunan ini biasanya digunakan untuk berdoa dan beribadah. Bangunan ini pasti ada di setiap rumah adat Bali. Bangunan ini juga disebut sebagai Pamerajan, atau Sanggah, selain Pura Keluarga. Lokasinya di sebelah timur laut rumah.
4. Rumah Adat Bale Manten
Ruangan di rumah adat ini khusus untuk ibu atau anak perempuan. Harus di sebelah utara. Ruangannya berbentuk persegi panjang dengan bale di kiri dan kanan. Dalam keluarga Bali, Bale Manten diberikan kepada anak perempuan sebagai tanda perhatian.
5. Bale Dauh
Selain Bale Manten, orang Bali menggunakan Bale Dauh untuk menyambut tamu. Selain itu, ruangan ini digunakan sebagai tempat tidur anak laki-laki.
Lantainya harus lebih rendah daripada Bale Manten jika berada di sisi barat. Selain itu, jumlah tiang penyangga di Bale Dauh ini berbeda dari satu rumah ke rumah lainnya.
Baca juga : Tempat Belanja Oleh-Oleh Khas Bali